Oleh :
Santana
Martins, L.DC, Mahasiswa Program Magister Public Heatlh UNPAZ*)
DR. Ina Debora Ratu Ludji, SKp., M.Kes**)
Timor-Leste merupakan negara baru yang
sepenuhnya mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 20 Mei 2002, dimana secara
internasional telah diakui oleh badan Internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa(PBB) dimana pada saat itu melalui Misinya di Timor-Leste yaitu United Nation Mision in East Timor-(UNAMET)
dari Tahun 1999 untuk memfasilitasi proses Referendum bagi Rakyat Timor-Leste
untuk menentukan kemerdekaan atau memilih untuk tetap dibawah naungan negara
Republik Indonesia yang dulunya dikenal dengan nama Timor-Timur.
Timor-Leste secara geografis yang
menempati separuh dari pulau Timor dengan luas 14,610 km persegi terbagi atas
13 distrik, 67 sub-distrik, 442 desa (suco) dan 2336 dusun (aldeias).
Timor-Leste berpenduduk 1,015,187 pada tahun 2006. Lima puluh lima persen
penduduk bertempat tinggal di wilayah tengah, 20% di wilayah barat dan 25% di
wilayah timur Timor-Leste. Dua kota besar adalah Dili dan Baucau yang dihuni
sekitar 29% penduduk, sedangkan 70% tinggal di daerah pedesaan. Terdapat 16
bahasa daerah, namun bahasa utama yang digunakan adalah Tetum.
Berdasarkan
data Total Fertility Rate (2009) setiap ibu mempunyai rata-rata 7 anak, dan
sebagai angka tertinggi di dunia. Dengan tinggi angka Total Fertility Rate
merupakan faktor yang menunjukkan estimasi bahwa di Timor Leste dari 100,000
kelahiran hidup 660 meninggal, angka ini menunjukkan tingginya angka kematian
di ASIA di ikuti dengan Negara Afganistan. Secara global ibu yang meninggal ada
hubungan dengan proses persalinan, persalinan, perdarahan segera, setelah
melahirkan infeksi dan susah melahirkan, komplikasi dari aborsi yang tidak aman
dan hipertensi.
Di
Negara Timor Leste dengan Populasi yang kecil menggunakan metode kontrasepsi,
banyak wanita yang hamil tidak terencana, dengan begitu praktek aborsi yang
tidak aman merupakan resiko atau masalah kesehatan reproduksi yang
berkelanjutan. Kurang pemahaman tentang kontrasepsi di Timor-Leste menambah
masalah. Berdasarkan data Demografi 2003,
1 diantara tiga ibu memiliki pemahaman tentang metode keluarga berencana dan
dari 30% laki-laki yang diwawancara mengetahui tentang metode keluarga berencana.
Diantara laki dan wanita sakit yang memiliki pengetahuan tentang kontrasepsi,
dan ini akan menyebakan banyak wanita yang hamil di luar perencanaan, dan
meningkatkan banyak wanita yang melakukan aborsi yang aman. Dengan demikian
perlu berupaya untuk meningkatkan metode keluarga berencana, ini bukan untuk
mengurangi aborsi yang tidak aman, tetapi untuk memperbaiki kualitas hidup dan
mengurangi angka kematian ibu sangat tinggi.
Dan
jika kehamilan tak terencana ini terjadi resiku untuk ibu hamil dan juga bayi
akan merupakan masalah yang dihadapi terutama kapasitas intelektual untuk
mengambil keputusan.
Begitu
juga untuk mencapai tujuan Millenium
Development Goals (MDGs) pada tujuan ke 5 untuk memperbaiki kesehatan ibu,
melalui kementeriaan kesehatan Timor-Leste, yang berupaya memperbaiki sistem
pelayanan kesehatan dengan itu bisa menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan. Melalui perencanaan dan strategi yang berfokus pada tujuan ke 5 MDGs
membutuhkan data yang pasti dan aktual masalah yang berhubungan dengan
kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, akan tetapi adanya situasi sosial budaya
dan agama di Timor-Leste hanya ada sedikit informasi tentang praktek aborsi.
Sustainable Development Goals merupakan kelanjutan program Millennium
Development Goals yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Salah satu target
yang harus dicapai adalah menurunkan angka kematian ibu dengan kesetaraan
gender terhadap kesehatan seksual, reproduksi dan hak-hak reproduksi.
Di Timor-Leste masalah kesehatan yang dihadapi oleh
seorang ibu hamil yaitu kadang sangat sulit didalam mengambil keputusaun demi
keselamatan ibu dan bayi. Dan masih menjadi tantangan dimana ada berbagai
faktor yang sangat menentukan bagi seorang ibu untuk menentukan dimana mereka
harus bersalin, dan bagaimana untuk memutuskan agar cepat pergi ke fasilitas
kesehatan begitu juga faktor intervensi keluarga yang masih begitu tinggi.
Padahal Kehamilan bagi kebanyakan pasangan suami istri
merupakan masa yang sangat ditunggu-tunggu. Namun, ada pula kehamilan yang
merupakan hal yang sangat dihindari, dengan berbagai alasan yang bisa diterima
maupun tidak, misalnya alasan kesehatan, keuangan dan mungkin karena pasangan
tersebut belum terikat perkawinan yang sah, sehingga kadang-kadang memutuskan
untuk melakukan aborsi. Disadari atau tidak, perempuan sebenarnya memiliki hak
penuh untuk hamil atau tidak hamil, karena perempuanlah nantinya yang
bertanggung jawab atas janin yang dikandungnya dan melahirkannya.
Namun demikian, kenyataannya masih banyak perempuan yang
kurang paham mengenai hak ini, sehingga ia beranggapan bahwa perempuan “wajib
hamil” atau “tidak hamil” itu untuk suami dan negara. Dengan kata lain,
kehamilan diatur menurut kepentingan laki-laki dan politik. Contohnya masih
sering kita dengar bahwa si A diceraikan oleh suaminya karena tidak bisa hamil.
Lalu ada juga kisah bahwa dengan adanya program pemerintah mengenai keluarga
berencana, yang pada jaman dulu dan mungkin juga sampai sekarang, masih ada
yang mengartikan sebagai “larangan hamil” jika telah memiliki anak lebih dari 2
atau 3 anak. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa, dari sejak perempuan
hamil sampai dengan pasca melahirkan harus diberi hak yang lebih karena dari
perempuanlah manusia-manusia di dunia ini terlahir. Bahkan ada pepatah yang
mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Untuk itu,
perlindungan terhadap perempuan, khususnya pada saat hamil sampai dengan
setelah melahirkan baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan suami adalah
“wajib” adanya. Dan ketika telah hamil dan mau melahirkan mak sebagai wanita
memiliki hak-hak manusia yang sebenarnya ia harus memutuskan sendiri tanpa harus
menunggu keputusan dari keluarga, walaupun keluarga hanya fokus pada konsultasi
agar keputusan yang diambil lebih cepat. Hal ini untuk menjamin keselamatan ibu dan
anak dan sebernanya keselamatan pada saat kritis tersebut harus di ambil secara
cepat dan tepat, dan juga kepada pihak suami dan keluarga juga harus mendukung
agar proses ini berjalan lebih lancer dan cepat.
Disamping
masalah yang disebutkan diatas ada faktor penting penyebab kematian ibu hamil
yang sebenarnya kita bisa mencegahnya yaitu Penyebab Langsung dan penyebab
tidak langsung.
Penyebab
langsung seperti;
a. Pendarahan turut menjadi salah satu penyebab terbesar angka kematian ibu.
Pendarahan dapat terjadi akibat beberapa hal dan mengancam ibu pada setiap fase
kehamilan. Salah satu penyebab yang dapat terjadi pada fase trimesteral,
seperti situasi plasenta yang menutup jalan lahir (placenta previa) dan
lepasnya plasenta dari dinding rahim (solutio
placenta).
b.
Eklampsia adalah gejala kejang yang terjadi pada masa kehamilan. Kejang ini
disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hipertensi) yang terjadi selama masa
kehamilan.
c. Infeksi menjadi faktor terbesar lainnya yang menyebabkan kematian ibu.
Infeksi dapat terjadi semasa kehamilan ataupun pada fase persalinan. Keduanya
membawa resiko yang sama pada ibu. Ibu yang mengidap penyakit seperti
tuberkolosis ada baiknya memeriksakan diri ke dokter sebelum masa persalinan.
Penyakit ini dapat mempengaruhi perkembangan janin dan menggangu proses
persalinan pada ibu hamil.
Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan –Pendidikan ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam
pencapaian akses informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan ibu. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah terutama yang tinggal
di pedesaan yang menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah kodrat wanita
yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan
dan perawatan).
2. Sosial ekonomi dan sosial budaya yang masih rendah –pengaruh budaya
setempat masih sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan ibu dalam
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Contoh: Kultur
Timor-Leste biasa mengutamakan kepala keluarga untuk makan terlebih dahulu atau
makan di meja(bergizi), dan ibu hamil biasa makannya di dapur. Pada hal ini
sebaliknya harus terjadi karena makanan yang sedianya untuk ibu hamil yang
seharusnya mengandung gizi tinggi oleh karena Janin yang ada didalam Rahim ibu
yang selanjutnya akan mengkonsumsi. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa
faktor yang saling berkaitan, mulai dari masalah diskriminasi gender yang
sangat mengakar pada budaya, interpretasi agama, juga masalah lemahnya
koordinasi antar sektor pemerintah terkait dalam menanggulangi masalah
tersebut. Disamping terdapat mitos-mitos seputar peran perempuan pada umumnya
dan peran ibu melahirkan pada khususnya, masalah gizi buruk yang dialami oleh
perempuan akibat budaya makan yang mendahulukan laki-laki menjadi kendala besar
dalam upaya penurunan angka kematian ibu ketika melahirkan.
- Faktor lain dari faktor tidak langsung adalah; Terlalu muda hamil (batasan reproduksi sehat 20 – 35 tahun); Terlalu tua (kehamilan berisiko pada usia di atas 30 tahun); Terlalu sering (jarak ideal untuk melahirkan: 2 tahun); Terlalu banyak (jumlah persalinan di atas 4) data Timor-Leste menunjukan angka kelahiran rata-rata ibu adalah 7-8 anak.
- Faktor Tiga (3 T) terlambat yang juga mendukung kematian ibu adalah
- Terlambat mengambil keputusan sering dijumpai pada masyarakat kita, bahwa pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan factor social budaya dan factor ekonomi.
- Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan keterlambatan ini paling sering terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar). Hal ini bisa terkait dengan faktor pengambilan keputusan yang kadang lama.
- Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan. Kurangnya sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kualitas layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya upaya penyelamatan kesehatan ibu.
Harapan untuk Sahabat
“Perempuan” di Timor-Leste:
Agar perempuan, khususnya
yang sedang hamil sampai dengan pasca melahirkan, mengetahui hak-haknya, karena
pada beberapa kasus sering ditemukan, bahwa masih banyak perempuan hamil yang
tidak atau belum mengetahui adanya hak-hak yang ada selama dia hamil sampai
dengan pasca melahirkan.
Agar orang lain, yaitu
pemerintah, masyarakat, keluarga dan terutama suami memberikan hak-haknya,
sehingga tercipta suasana yang harmonis, yang pada akhirnya dapat membantu para
perempuan yang sedang mengandung dapat merawat janin, melahirkan dan
membesarkan bayinya menjadi manusia yang berguna bagi orang tua, agama, bangsa
dan negara.
Agar pemerintah, baik
pembuat dan pelaksana kebijakan, dapat melaksanakan kewajibannya secara komit
dan prioritas, sehingga tercipta suatu perlindungan terhadap perempuan sejak
mereka hamil sampai dengan pasca melahirkan terutama keselamatan dan kesehatan ibu tersebut.
Semoga !!!!!!
Keterangan
*)
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universidade Da Paz (UNPAZ) Dili- Timor Leste
**) 1. Dosen Tamu Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) UNPAZ- Dili- Timor Leste
2.
Dosen Tidak Tetap Program Pasca Sarjana Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat
3.Dosen
Tetap Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang, Jurusan Keperawatan
Comentários
Enviar um comentário